WhatsApp Image 2024-06-28 at 17.07.08

PALANGKARAYA – Sawit merupakan salah satu minyak nabati di dunia. Adanya melarang ekspor sawit, menyebabkan dunia guncang dengan tidak adanya ketersediaan sawit.

Hal ini disampaikan Ketua Umum GAPKI (Gabungan pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), Bapak Eddy Martono menjelaskan sawit ini tidak akan bisa hilang dari dunia karena permintaannya sangat tinggi.

“Artinya, ketika ada penurunan ekspor, itu biasanya hanya bersifat sementara dan situasional. Contohnya, ekspor sawit bisa turun karena kebijakan pemerintah,” Kata Eddy, Jumat (28/6/2024)

Dia menuturkan bahwa penurunan ekspor sawit disebabkan oleh masalah ekonomi di negara-negara pengimpor. Contohnya, China yang juga mengalami masalah pertumbuhan ekonomi, sehingga permintaan terhadap sawit menurun.

Meskipun minyak nabati lain sempat memiliki pasokan yang cukup bagus, sawit tetap tidak bisa dihilangkan dari dunia karena permintaannya yang sangat tinggi dan peranannya yang penting dalam berbagai industri.

Menurut Eddy, negara-negara besar sangat membutuhkan sawit, terutama untuk industri. Ini menunjukkan betapa pentingnya sawit dalam memenuhi kebutuhan industri

Dirinyapun menyimpulkan bahwa tidak harus selalu ada kebun untuk menghasilkan sawit. Tidak ada aturan yang mengharuskan adanya areal tertentu untuk produksi sawit, asalkan proses produksinya tetap sesuai dengan regulasi yang ada.

“Sekali lagi, kawasan hutan tidak bisa dikembangkan untuk kegiatan produktif lainnya seperti yang disampaikan oleh Pak Gubernur, misalnya dengan beternak sapi atau ayam. Aturannya memang ada, tetapi tidak harus selalu menggunakan kawasan hutan untuk kegiatan produktif tersebut,”ucapnya.

Dia juga mengungkapkan bahwa ini hanya 20 persen dari 1000. Jika tidak ada areal yang bisa dikonversi di kawasan hutan, maka kegiatan produktif lainnya harus diupayakan untuk mencapai nilai setara dengan 1000.

Ini disebut sebagai nilai optimal produksi, dimana aturan yang disosialisasikan kemarin tidak bersifat mengotot tetapi mengarah pada solusi terbaik

“Dari saya juga tidak mengharuskan aturannya ada kalau bisa dibangunkan kebun ia dibangunkan kebun, kalau tidak bisa karena itu masuk kawasan hutan ya kegiatan produktif lainnya,” jelas Eddy lebih dalam.

Dia menambahkan bahwa pada awalnya, jika investor tidak segera memulai operasi setelah mendapatkan izin lokasi dan IUP (Izin Usaha Pertambangan), izin tersebut dapat dicabut.

“Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa investor tersebut benar-benar serius dalam mengembangkan proyeknya,”pungkas.(*)