PALANGKA RAYA – Kanker darah atau leukemia ternyata masih menyimpan banyak kesalahpahaman di tengah masyarakat. Untuk meluruskan hal itu, Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya bekerja sama dengan Prodia menggelar seminar awam bertajuk “Bukan Sekadar Kanker Darah: Menguak Fakta dan Harapan Baru dalam Penanganan Leukemia” di Hotel Best Western Batang Garing Palangka Raya, Sabtu (10/8/2025).
Kegiatan pengabdian masyarakat tersebut diikuti 60 peserta dari berbagai kalangan, menandakan tingginya antusiasme warga terhadap edukasi kesehatan berbasis bukti ilmiah.
Sebagai narasumber utama, dr. Lia Sasmithae, Sp.PD, SubSp. (K) H.Onk.M, FINASIM, yang juga Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya dan anggota PAPDI, memaparkan materi secara ringan namun ilmiah.
Ia menegaskan pentingnya meluruskan mitos yang masih beredar di masyarakat, seperti anggapan bahwa leukemia merupakan penyakit keturunan.
“Mayoritas kasus leukemia bersifat sporadis, bukan diturunkan. Perubahan genetik yang memicu leukemia biasanya terjadi selama hidup, bukan sejak lahir. Masyarakat perlu memahami hal ini agar tidak timbul ketakutan yang tidak beralasan,” ujarnya. (Sabtu, 10/8/2025)
Lia menjelaskan pula bahwa mengenali tanda dan gejala dini sangatlah penting. Pucat, mudah lelah, demam berulang, dan mudah memar harus diwaspadai. Pemeriksaan darah lengkap (PDL) menjadi langkah awal penting sebelum diagnosis lanjutan seperti aspirasi dan biopsi sumsum tulang.
Menurutnya, kemajuan teknologi kini memungkinkan diagnosis yang lebih presisi melalui pemeriksaan imunofenotip dan pemeriksaan genetik (FISH, PCR, NGS).
“Pemeriksaan genetik ini bukan hanya memastikan diagnosis, tapi juga menentukan terapi yang paling personal dan efektif, atau yang disebut personalized medicine,” jelasnya.
Dalam sesi berikutnya, Lia menguraikan perkembangan terapi leukemia. Dari kemoterapi konvensional hingga terapi target dan imunoterapi, semua kini menawarkan harapan baru dengan efek samping yang lebih ringan.
Ia juga menyoroti peran penting transplantasi sumsum tulang (TSBT), baik autologus maupun allogenik, yang kini semakin mudah diakses di pusat rujukan nasional.
Hasil pre-test dan post-test menunjukkan peningkatan rata-rata pengetahuan peserta sebesar 31,7%, dari 53,3% menjadi 85%. Angka ini menegaskan efektivitas seminar dalam meningkatkan literasi kesehatan.
“Seminar awam seperti ini adalah sarana efektif mentransfer informasi medis yang kompleks menjadi mudah dipahami masyarakat,” tandas Lia. (Red/Adv)


















