JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan dukungannya terhadap penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 2025 yang merevisi PP No. 36 Tahun 2023 terkait Devisa Hasil Ekspor dari Sumber Daya Alam (DHE SDA). Regulasi ini bertujuan meningkatkan cadangan devisa, memperkuat ekonomi nasional, serta menarik minat eksportir dengan berbagai insentif.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa OJK berperan aktif dalam mengomunikasikan kebijakan ini kepada industri perbankan agar dapat diimplementasikan secara efektif. “Kami mendorong perbankan Indonesia untuk mengakomodasi penempatan DHE SDA dengan tetap menjaga likuiditas bank, baik dalam rupiah maupun valuta asing,” ujarnya, Jumat (28/02/2025).
Dalam perubahan kebijakan ini, eksportir dengan nilai ekspor minimal USD 250.000 diwajibkan menempatkan DHE SDA dalam sistem keuangan Indonesia dengan persentase tertentu. Untuk sektor minyak dan gas bumi, retensi minimal ditetapkan sebesar 30 persen selama tiga bulan, sedangkan sektor pertambangan selain migas, perkebunan, kehutanan, dan perikanan wajib menempatkan 100 persen DHE SDA selama minimal 12 bulan.
Kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat pasokan valuta asing dalam negeri, menjaga stabilitas nilai tukar, serta meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Untuk memastikan efektivitas implementasi, OJK berkoordinasi dengan pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan sektor perbankan.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah pengawasan ketat selama masa retensi DHE serta pemanfaatan insentif pemerintah, seperti pembebasan pajak penghasilan (PPh) final atas bunga deposito dan fasilitas lindung nilai khusus DHE yang disediakan oleh perbankan.
Selain itu, OJK telah menerbitkan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait penilaian kualitas aset perbankan. Dalam regulasi ini, dana DHE SDA dapat dijadikan agunan tunai dan dikecualikan dari perhitungan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) selama memenuhi persyaratan tertentu.
“Sinergi yang solid antara pemerintah, BI, dan OJK menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini agar dapat memberikan manfaat nyata bagi stabilitas perekonomian nasional,” pungkas Dian. (Red/OJK)