JAKARTA – Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 26 Februari 2025 menegaskan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan (SJK) tetap terjaga meskipun dihadapkan pada tantangan ekonomi global dan domestik yang kompleks.
Secara global, pertumbuhan ekonomi masih stagnan dengan tren penurunan inflasi di beberapa negara maju. Namun, volatilitas pasar tetap tinggi akibat ketidakpastian kebijakan ekonomi serta dinamika geopolitik yang terus berkembang.
Di Amerika Serikat (AS), ekonomi tetap solid, didorong oleh konsumsi domestik. Inflasi tercatat di level 3 persen year-on-year (yoy) pada Januari 2025, sementara core CPI naik ke 3,3 persen yoy, mengindikasikan tekanan harga di luar sektor energi dan pangan masih cukup tinggi. Pasar tenaga kerja AS tetap kuat dengan tingkat pengangguran turun ke 4 persen, meskipun pertumbuhan Nonfarm Payroll lebih rendah dari ekspektasi. The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga acuan (Fed Fund Rate) sebanyak satu hingga dua kali sepanjang 2025.
Dinamika geopolitik juga menjadi faktor penting. Upaya penyelesaian konflik Ukraina dan Rusia masih menemui jalan buntu setelah pertemuan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih tidak menghasilkan kesepakatan. Selain itu, rencana AS menerapkan tarif baru terhadap negara mitra dagang semakin meningkatkan ketidakpastian global.
Di Tiongkok, pertumbuhan ekonomi cenderung tertahan dengan inflasi (Consumer Price Index/CPI) yang rendah di angka 0,5 persen yoy serta indeks harga produsen (Producer Price Index/PPI) yang masih mengalami kontraksi. Sementara itu, aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) berada di zona ekspansi tetapi turun menjadi 50,1. Bank Sentral Tiongkok mempertahankan suku bunga acuannya, mencerminkan kebijakan moneter yang lebih berhati-hati. Selain itu, regulasi baru terkait ekspor rare earth diperkirakan akan berdampak pada industri teknologi global.
Di dalam negeri, inflasi masih terkendali dengan angka 0,76 persen yoy pada Januari 2025, sementara inflasi inti tercatat sebesar 2,26 persen yoy, menunjukkan permintaan domestik yang masih cukup stabil. Namun, beberapa indikator perlu mendapat perhatian, seperti penurunan penjualan kendaraan bermotor, semen, serta perlambatan harga dan volume penjualan rumah.
Dari sisi pasokan, sektor manufaktur menunjukkan penguatan dengan PMI naik ke level 51,9 pada Januari 2025 dari sebelumnya 51,2. Kinerja eksternal juga tetap solid di tengah perlambatan ekonomi global, ditandai dengan surplus neraca perdagangan yang meningkat menjadi USD 3,45 miliar pada Januari 2025, tumbuh signifikan 71,71 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dengan berbagai indikator tersebut, OJK menegaskan bahwa sektor jasa keuangan Indonesia tetap stabil dan resilien, meskipun menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan domestik. (Red/OJK)