PALANGKA RAYA – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng) resmi menetapkan dan menahan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Barito Utara pada periode 2009 hingga 2012. Ketiganya diduga melakukan pelanggaran hukum dalam penerbitan izin tambang pasca-berlakunya regulasi baru tentang pertambangan mineral dan batubara.
Adapun para tersangka yang telah ditetapkan adalah mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Barito Utara berinisial Drs. A, MM, mantan Kepala Bidang Pertambangan Barito Utara berinisial Ir. DD, MM, serta Direktur Utama PT. Pagun Taka berinisial I. Ketiga tersangka kini menjalani penahanan di Rutan Kelas IIA Palangka Raya selama 20 hari ke depan sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-01/O.2/Fd.2/01/2025 tertanggal 22 Januari 2025.
Kepala Kejati Kalteng, Dr. Undang Mugopal melalui Asisten Pidana Khusus, Wahyudi Eko Husodo, menyampaikan bahwa dugaan pelanggaran hukum tersebut terjadi sejak tahun 2009, tidak lama setelah diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“UU tersebut dengan tegas mewajibkan proses lelang dalam pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), namun dalam praktiknya, IUP kepada PT. Pagun Taka justru diterbitkan tanpa prosedur tersebut,” jelas Wahyudi dalam konferensi pers, Rabu (05/03/2025).
Ia merinci bahwa permohonan dari PT. Pagun Taka didisposisikan secara langsung ke Dinas ESDM Barito Utara. Setelah itu, draft Surat Keputusan (SK) Bupati diparaf oleh sejumlah pejabat, kemudian diterbitkan dengan tanggal mundur (back date) tanpa adanya proses lelang WIUP sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Langkah-langkah administratif yang seharusnya dijalankan diabaikan begitu saja, dan ini mengindikasikan adanya rekayasa administratif serta penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan IUP tersebut,” lanjut Wahyudi.
Kasi Penerangan Hukum Kejati Kalteng, Dodik Mahendra, menambahkan bahwa perbuatan para tersangka dinilai telah merugikan negara, terutama dalam aspek Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang semestinya diperoleh dari proses lelang wilayah tambang. Menurutnya, kerugian ini bersifat nyata dan berdampak terhadap pendapatan negara.
“Potensi kerugian negara dalam kasus ini bukan hanya sekadar pelanggaran administratif, tapi juga berdampak langsung pada berkurangnya hak negara atas pendapatan dari sektor sumber daya alam,” ungkap Dodik.
Ketiga tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, yang mengatur mengenai turut serta dalam suatu tindak pidana.
“Proses hukum akan kami lanjutkan secara mendalam dan menyeluruh. Tidak menutup kemungkinan ada pihak lain yang akan ikut dimintai pertanggungjawaban dalam perkara ini,” tandas Wahyudi. (Red/Adv)