PALANGKA RAYA — Tradisi wisuda di lingkungan satuan pendidikan mendapat sorotan dari Ketua Komisi III DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng), Sugiyarto.
Ia mendorong sekolah dan komite untuk mengevaluasi pelaksanaan wisuda agar tidak menimbulkan kesenjangan sosial maupun beban ekonomi bagi orang tua siswa.
Menurut Sugiyarto, meskipun wisuda telah menjadi kebiasaan di berbagai jenjang pendidikan, kegiatan tersebut sebaiknya dilaksanakan dengan mempertimbangkan kemampuan finansial seluruh orang tua siswa.
Ia mengingatkan bahwa tidak semua keluarga mampu mengikuti standar pelaksanaan wisuda yang kerap melibatkan biaya besar.
“Wisuda bukan kegiatan wajib yang diatur oleh undang-undang. Tidak ada aturan yang mewajibkan ataupun melarangnya. Karena itu, perlu ada fleksibilitas dalam pelaksanaannya, disesuaikan dengan kondisi sekolah dan para orang tua,” kata Sugiyarto.
Ia menyayangkan jika kegiatan yang seharusnya menjadi bentuk apresiasi kepada siswa justru berubah menjadi ajang yang sarat tekanan ekonomi. Apalagi, menurutnya, sebagian orang tua bahkan terpaksa berutang demi mengikuti acara tersebut.
“Kalau mayoritas orang tua mampu, silakan dilaksanakan. Tapi jika ada yang keberatan, harus dicarikan solusi bersama, misalnya lewat subsidi silang. Jangan sampai kegiatan ini justru menciptakan diskriminasi atau kesenjangan,” tegasnya.
Sugiyarto juga mengimbau agar pihak sekolah aktif berdialog dengan komite dan wali murid untuk menyusun konsep acara yang inklusif dan tidak memaksakan kemewahan.
Ia menilai tradisi wisuda tetap bisa berlangsung sederhana namun tetap berkesan.
“Yang penting esensinya, bukan seremonialnya. Jangan sampai ada siswa yang merasa terkucilkan hanya karena orang tuanya tidak sanggup membayar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sugiyarto mengajak masyarakat untuk menyampaikan aspirasi atau laporan terkait pelaksanaan wisuda di sekolah masing-masing.
Ia berharap semua pihak bisa melihat wisuda secara lebih bijak.
“Setiap daerah dan sekolah memiliki karakteristik ekonomi yang berbeda. Karena itu, penting untuk menyesuaikan tradisi dengan realitas, bukan semata-mata mengikuti tren,” pungkasnya. (dam)